Preview
Pengarang : tere-liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : 2008 (cetakan ke-7)
Tebal Buku : 270 halaman
Harga di Gramedia : Rp 46,000.00
Namanya Delisa, umurnya baru 6 tahun. Duduk di kelas 1 Ibtidaiyah Negeri I Lhok Nga. Seorang gadis kecil yang manis, polos, dan menggemaskan. Delisa gemar bermain bola bersama teman laki-lakinya setiap sore di dekat pantai Lok Nga, sekitar 400 meter dari rumahnya. Delisa anak yang kritis. Ia sering kali bertanya tentang apapun yang tidak ia mengerti. Dia hidup dalam keluarga yang bahagia bersama Ummi Salamah, Abi Usman, kak Fatimah, serta kedua kakak kembarnya, Aisyah dan Zahra. Abi Delisa bekerja di kapal tanker yang membawa minyak mentah untuk diangkut dari satu negara ke negara lainnya, akan pulang setiap 3 bulan sekali. Jadilah Ummi yang setiap hari menjaga keempat anaknya yang manis itu.
Ada satu tradisi dalam keluarga Usman, yakni anak yang telah hafal bacaan shalat akan diberikan hadiah kalung. Begitupun dengan Delisa yang berusaha keras belajar menghafal bacaan shalat. Delisa ingin memakai kalung seperti kakak-kakaknya. Delisa telah memilih sendiri kalung hadiahnya yang ia beli bersama Ummi di toko Koh Acan. Sebuah kalung yang indah dengan liontin berbentuk “D”. “D” untuk Delisa. Sayangnya kalung itu belum boleh dipakai oleh Delisa sampai Delisa hafal seluruh bacaan shalatnya. Sepanjang hari dia terus berusaha menghafalkan bacaan shalat, meski kadang bacaannya terbalik seperti bacaan ruku’ yang terbalik dengan sujud ataupun dia lupa sama sekali dengan kelanjutan bacaan iftitahnya serta sering mendapat ejekan dari kak Aisyah namun itu semua tidak membuatnya gentar untuk menjadikan shalatnya sempurna dengan bacaan shalat. Apalagi Abi berjanji akan membelikannya sepeda.
Hingga tiba saatnya Delisa harus mengikuti ujian hafalan bacaan shalat di sekolahnya. Delisa harus menghafal di depan ibu guru Nur. Delisa lancar benar menghafal bacaan shalatnya. Sampai saat Delisa akan melanjutkan ke bacaan sujud tiba-tiba tubuhnya terseret air besar sekali. Ya, hari itu tsunami terjadi. Memporakporandakan Lok Nga hingga tak tersisa. Menelan banyak korban yang sampai kini tidak dapat diketahui jumlah pastinya.
Aceh bersedih, Indonesia bersedih. Berita bencana tsunami di Aceh itu pun mendunia. Lalu kemanakah Delisa? Akankah Delisa dinyatakan lulus oleh bu guru Nur kemudian mendapatkan hadiah kalung dan sepeda seperti yang dijanjikan? Bagaimana usaha Abi untuk menemukan kembali keluarganya yang amat dicintainya itu? Dan bagaimana gadis cilik itu menghadapi kenyataan bahwa kaki kanannya harus diamputasi, kehilangan orang-orang yang sangat ia cintai dan semangatnya untuk terus menyempurnakan shalatnya?
Menyentuh hati
Delisa yang amat tegar, yang tetap semangat apapun kondisinya, yang bisa menerima kehilangan akan orang-orang yang dicintainya dengan sederhana. Saya ikut cemburu. Sungguh, dari Delisa kita bisa belajar banyak hal tentang makna hidup. Bahwa hidup memang sungguh sederhana, belajar tentang rasa ikhlas dan tulus hati, senantiasa bersyukur dan terus memperbaiki diri. Terima kasih Delisa.
Langganan:
Postingan (Atom)